Revolusi industri di bidang teknologi digital merambah kemana-mana, termasuk ke industri otomotif. Aplikasi kecerdasan buatan (
artificial intelligence atau AI) yang ditempel ke kendaraan beroda empat menjadi bukti sahih dari perambahan ini.
Sudah banyak pabrikan yang merasakan betapa menariknya AI dalam dunia permobilan. Meski di satu sisi mengancam profesi sopir, namun apa yang sering disebut
self-driving car ini mudah-mudahan tidak membawa bencana alam ketika tiga tahun lagi bakal dimasifkan. Sebab melihat sebuah kendaraan beroda empat bisa mengendarai dirinya sendiri sungguh barang yang ajaib. Apalagi kelak tahun 2020 akan dibuat
sepuluh juta mobil semacam ini.
Ya, ajaib. Silakan
flashback ke simpulan tahun 2016, dimana Model X dari Tesla bisa
memprediksi terjadinya kecelakaan. Video dasbor dari
self-driving car pabrikan yang dimpimpin Elon Musk ini menandakan betapa sahihnya peristiwa aneh tersebut. Dan ini menunjukkan,
self-driving car dengan otak AI-nya memang layak menjadi kendaraan beroda empat masa depan.
AI memang satu sisi, tapi di sisi yang lain, pabrikan pun membuka ruang modifikasi sehingga kendaraan beroda empat tak memiliki bentuk yang konvensional. Sebab selain itu, mungkin sudah terlanjur populer, kalau mobil-mobil nan futuristik tak lagi memakai
body mobil tahun 1990-an. Pada sisi materi bakar pun, tentu saja bakal berganti dengan listrik atau paling tidak
hybrid. Agar kendaraan beroda empat cerdas tak cuma di otak, tapi juga di tingkah laku yang ramah lingkungan.
Sayangnya mobil-mobil canggih yang sedang dirakit oleh banyak sekali pabrikan otomotif tersebut kebanyakan berorientasi kendaraan beroda empat eksekutif. Selain kendaraan beroda empat tersebut juga pastinya berharga selangit, ditambah pula fungsinya bakal diperuntukkan buat kalangan penumpang dewasa. Lantas, bagaimana dengan kendaraan beroda empat keluarga?
Mobil Ramah Keluarga Kalau melihat sebutan ketika ini, semua kendaraan beroda empat
multi purpose vehicle (MPV) bisa disebut sebagai kendaraan beroda empat keluarga. Alasannya kendaraan beroda empat semacam ini bisa muat banyak orang, sekaligus muat banyak barang. Ya, buat saya definisinya sesimpel itu.
Mobil-mobil canggih, yang contohnya disebutkan diatas, kebanyakan menyasar sedan,
hatchback, hingga kendaraan beroda empat mewah. Sepengetahuan saya, belum ada
self-driving car memakai Innova maupun Ertiga, misalnya. Sehingga ke depan, meskipun sudah ada yang membuat transportasi publik dengan konsep
self-driving car, kemanfaatan untuk keluarga-keluarga kecil dengan teknologi tersebut belum bisa dirasakan.
Untuk itulah, saya bermimpi semoga seluruh keluarga kecil di Indonesia bisa menikmati kendaraan beroda empat
low MPV dengan teknologi canggih. Dan berikut ini teknologi yang saya impikan berada di mobil-mobil sejuta umat yang sering lalu-lalang di jalan raya itu.
1. Driver assistant untuk meminimalisir hadirnya green-driver.
Anda pernah mendengar istilah
green-driver? Keluarga kecil, yang sebab kebutuhan mesti memiliki mobil, atau siapapun saja yang gres memiliki kendaraan beroda empat biasanya terkena julukan ini. Menurut beberapa sumber,
green-driver merupakan pemilik kendaraan beroda empat gres yang belum sepenuhnya memahami mekanisme kendaraan beroda empat dan penggunaannya di jalan raya dengan kendaraan tersebut. Mereka terbiasa dengan motor, sehingga mengendarai kendaraan beroda empat pun disamakan dengan kendaraan roda dua ini. Padahal dimensi keduanya sama sekali berbeda.
Untuk itu, eksistensi AI yang diinstal di dasbor diperlukan bisa mengatasi fenomena
green-driver. Kaprikornus kalau kendaraan beroda empat akan memutar arah, contohnya,
driver assistant dari AI ini memberitahukan semoga memberi ruang kosong minimal 30 meter pada kendaraan yang dibelakang atau di seberang jalan. Betapa banyak terjadi kecelakaan akhir kekeliruan sopir dalam membaca keramaian lalu lintas.
Intinya, para
green driver ini betul-betul membutuhkan pemandu yang canggih diluar bunyi Google Maps yang sering pula membuat tersesat.
2. Menghapus blind spot sang sopir.
Beberapa waktu yang lalu,
seorang anak kecil terlindas oleh sedan di sebuah SPBU kawasan Kuningan, Jawa Barat. Mudah-mudahan sang anak tidak mengalami luka yang serius dan membahayakan jiwanya. Tapi kejadian tersebut cukup menyisakan perdebatan. Dan sebagaimana debat di internet, semuanya tak memiliki ujung pangkal. Masing-masing punya asumsi yang tak mau dipatahkan atas siapa yang salah pada peristiwa tersebut.
Daya pandang sopir memang tak mencakup semuanya, ada titik-titik tertentu dimana sopir tak bisa melihat. Ini biasa disebut dengan
blind spot. Kejadian di Kuningan tersebut, kalau dilihat dari videonya, memang terjadi sebab sang anak berada pada titik yang tak terlihat oleh sopir. Ya, titik
blind spot tadi.
Disinilah mengapa teknologi sensor yang berasal dari AI wajib diinstal. Sebab mungkin saja ketika kita menyalakan mobil, ada entah-siapa yang sedang duduk di depan maupun belakang
bumper mobil. Ia tak terbaca oleh sensor parkir sebab rendah, juga tak terlihat oleh mata sebab berada di titik
blind spot.
3. Sensor sidik jari untuk mekanisme penguncian mobil.
Kalau belum hingga pada pemindai biometrik, maka sensor sidik jari pun tak apalah. Sebab dalam satu keluarga, tidak semua orang boleh membawa kendaraan. Katakanlah anak anda yang berumur 14 tahun sudah bisa menyetir kendaraan beroda empat semahir Sébastien Loeb, tapi terang ia melanggar hukum jikalau membawa kendaraan bermotor di jalan raya.
Namun yang namanya kunci mobil, bisa jadi diambil tanpa sepengetahuan kita. Untuk itulah, sensor sidik jari ini harus dibuat semoga bisa mengendalikan siapa yang boleh membawa kendaraan beroda empat di dalam keluarga.
4. Mengetahui siapa dan berapa penumpang kendaraan beroda empat pada ketika itu.
Saya cukup ngeri kalau membayangkan anak saya tertinggal dan terkunci di dalam mobil, sementara saya asik berbelanja di mall. Sebab ini bukanlah mimpi buruk yang hanya terjadi selaku bunga tidur semata, tapi memang benar-benar pernah terjadi. Coba saja cari di Google dengan kata kunci '
child left in car'.
Harapannya, teknologi yang diinstal pada kendaraan beroda empat masa depan nanti bisa mengetahui bukan hanya sopirnya saja, tapi seluruh penumpang yang ada di kendaraan beroda empat tersebut. Kaprikornus kejadian sang anak tertinggal di kendaraan beroda empat apalagi hingga terkunci di dalamnya tak terjadi pada siapapun.
5. Mobil low MPV dengan AI seharga LCGC.
Daftar terakhir ini memang tak terkait dengan teknologi secara langsung. Sebab selain merupakan kemusykilan ketika ini, mengingat kendaraan beroda empat ber-AI saja harganya sudah setinggi langit, apalagi jikalau dibanderol seharga LCGC alias
low cost green car. Sudah pasti ini bagaikan mimpi di siang bolong.
Sebagaimana diketahui, kendaraan beroda empat LCGC 'hanya' dibanderol seharga 100 juta keatas sedikit. Bahkan untuk
off the road, ada yang memperlihatkan kendaraan beroda empat LCGC dengan harga dibawah 100 juta.
Nah, siapa tahu ada raksasa teknologi yang berniat untuk menyampaikan teknologi AI-nya secara cuma-cuma kemudian bisa diaplikasikan di mobil-mobil LCGC. Ya, meskipun kemudian di dasbor terdapat banyak iklan tertarget, tapi lumayan lah.
Atau adakah kejutan di GIIAS 2017?
Pameran mobil yang diselenggarakan pada 10-20 Agustus 2017 ini memang bertajuk 'Rise of The Future Mobility', tapi apakah akan hadir kendaraan beroda empat dengan kriteria ibarat kelima mimpi saya diatas? Entahlah. Tapi siapalah kita yang bisa menebak sebelum terjadi?
Belum ada tanggapan untuk "5 Teknologi Yang Wajib Ada Dalam Mobil Keluarga"
Posting Komentar